Selasa, 17 November 2020

Ndableknya Masyarakat.

 






Ndableknya Masyarakat.

Masyarakat bersifat dablek mungkin sudah menjadi kelaziman. Akan menjadi tidak lazin bila dableknya secara berjamah. Semua kompak berlaku dablek, tidak mau mengikuti ketentuan, malah merasa bangga ketika melakukan perbuatan salah atau dosa. Masyarakat juga bisa dikatakan dablek ketika harus memenuhi kewajibannya sebagai warga negara namun tidak ia patuhi seperti antara lain: tidak patuh membayar pajak, tidak patuh mengikuti aturan negara dan agama maupun tidak patuh dalam berkehidupan sosial.

-Tidak patuh membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Bagi orang yang memiliki kekayaan lahan berupa tanah, sawah atau kebun, wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Kewajiban tersebut sebagai konsekwensi kepemilikannya dan memberi kontribusi guna pembangunan Nasional. Sayangnya sering ada orang yang secara dablek tidak mau memenuhi kewajiban itu. Ia beralasan karena tanah itu adalah miliknya sendiri dan Pemerintah tidak ada kontribusi langsung dalam meningkatkan kemanfaatan tanahnya. Ia tidak sadar bahwa Pemerintah butuh dana untuk Pembangunan dan bila Pembangunan dapat berjalan dengan baik, maka harga tanah yang ia miliki akan meningkat juga. Pemerintah juga memberikan proteksi terhadap kepemilikan tanahnya melalui instansi yang ditunjuk Pemerintah seperti Badan Pertanahan dalam bentuk penerbitan sertifikat.

Sayangnya virus dablek ini menjalar dan acap kali yang paling parah para masyarakat mampu yang tahu hukum namun tidak sadar hukum sehingga dijadikan acuan bagi masyarakat lainnya.

Di mata orang yang dablek karena tidak mau membayar PBB , ia memiliki keyakinan bahwa tidak mungkin Pemerintah menyita tanahnya gara-gara pemiliknya tidak mau membayar PBB. Tetapi ia juga tidak sadar bahwa Pemerintah lewat aparat desa berwenang memberikan pembinaan dan tidak memberikan surat pengantar kepada warganya yang dablek.

Bila masyarakat yang dablek tidak mau membayar PBB dibiarkan, maka kemungkinan besar akan menjalar dan banyak yang tidak mau membayar PBB.

- Tidak Patuh mengikuti Aturan Negara maupun Agama

Urusan mentaati aturan agama adalah tanggung jawab pribadi dengan Tuhannya, namun untuk mengikuti dan patuh kepada aturan negara adalah tanggung jawab bersama. Kita bisa melihat sejauh mana tanggung jawab seseorang terhadap agama maupun negara adalah berdasarkan perilakunya sehari-hari.

Bagi orang yang dablek karena tidak mau melaksanakan kewajibannya beribadah, maka akan dihukum oleh masyarakat berupa cemoohan. Cemoohan dari masyarakat mungkin tidak langsung sifatnya, namun masyarakat akan mengucilkannya dan tidak mau memberi kesempatan atau mendudukkan dirinya di posisi terdepan ketika ada event agama. Namun masyarakat sendiri kemudian enggan memberikan sangksi secara fulgar karena Tuhan  sudah berfirman dalam kitab suci bahwa urusan agama adalah lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku.

Karena masing-masing saling membiarkan, maka dablek dalam melaksanakan agama menjadi meraja lela. Contohnya orang dengan santai pergi memancing ke tambak atau sungai padahal saat itu waktunya sholat Jumat. Pentas musik tidak mau berhenti padahal Azan sudah dikumandangkan. Warung makan tetap buka sekalipun bulan puasa. Memang dablek mulai ada di mana-mana

Dalam hal menepati aturan negara masyarakat juga mulai berani dablek. Ketika ada ketentuan bahwa bantaran sungai tidak boleh didirikan bangunan permanen, mereka malah sengaja membuatnya dengan pemikiran bila ada penggusuran minta ganti untung. Dari petugas yang memiliki kewenangan untuk menegur juga diam saja. Mungkin karena ada rasa sungkan, namun ketika terjadi bencana akibat dari ulah segelintir orang yang mengakibatkan bencana bagi masyarkaat banyak, maka yang ada saling menyalahkan.

Pemerintah sebenarnya sudah dengan persuasif dan preventip mengatasi masalah terutama dalam hal mendirikan bangunan. Misalnya membuat papan peringatan atau melalui sosialisasi, tetapi karena jangkanya terlalu panjang dan tidak ada ketegasan dalam menegakkan ketentuan akibatnya tulisan tinggal tulisan dn sosialisasi hanya formalitas belaka. Dablek tetap ada di mana mana.

- Tidak patuh dalam Berkehidupan Sosial.

Dalam berkehidupan sosial khususnya untuk kerukunan masyarakat ada yang namanya rapat selapanan atau rapat RT dn RW. Dalam kegiatan tersebut semua warga boleh berpendapat. Pendapatnya bisa merupakan saran, pendapat atau kritik dan saran. Namun seringkali kesempatan tersebut tidak digunakan dengan baik. Warga masyarakat hanya diam ketika dipertemukan, namun akan mengadakan gerakan menggalang group penentang atau boykot bila ada suatu masalah yang melanggar haknya.

Padahal untuk memecahkan masalah tersebut sudah difasilitasi dalam rapat warga agar ditemukan titik temu guna penyelesaian secara win win solution. Yang terjadi masyarakat dablek tidak mau datang atau tidak mau bicara dan hanya menebar isu sekenanya. Bila sudah terjadi hal seperti ini maka Pengurus RT atau RW menjadi pusing. “Sulit mengurus orang dablek,” katanya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar