Sangat menjengkelkan bila ketika kita
berbicara , sudah dengan deksi, intonasi dan tekanan yang bagus seperti seorang
orator ulung atau pujangga yang tengah mambaca puisi atau berdeklamasi, namun
ternyata energi kita sia-sia. Awalnya lawan bicara memang memberi respons
dengan mimiknya. Ia kelihatan mendengarkan
bahkan atensinya kelihatannya seratus prosen. Melihat hal semacam ini, pembicara
makin bersemangat. Tidak hanya menggunakan oral komunikasi, namun dikombinasi
dengan bahasa tubuh.
Tampaknya lawan bicara juga bersemangat
mengikuti orasi yang tengah kita sampaikan , kita tambah semangat. Banyak
contoh yang kita berikan , banyak kasus dikupas dengan dasar-dasar yang mantap,
bak seorang ‘caleg’ sedang berkampanye. Lebih lebih ketika kita melihat bahwa
lawan bicara juga makin merespon dengan bahasa mimiknya. Kita dablek dan egois
mendominasi pembicaraan . Namun ketika kita mintakan komentarnya setelah kita
lelah berbicara , apa jawabnya ? ia hanya
berkata singkat :
“Anda tadi bicara apa? Maaf saya
menderita gangguan pendengaran . Saya hanya melihat anda mengacung acungkan
tangan apa ada yang bisa saya bantu?” Matilah kau!
Subhanalloh kita menjadi malu sendiri,
kecewa dan gemas. Tapi bila mau marah marah kepada siapa sebab dkiri kita yang
keliru. Salah kita sendiri berorasi seperti penjual obat yang tanpa diminta.
Bila demikian maka seyogyanya kita hati
hati dalam memberikan nasihat kepada orang lain agar tidak terbalik justru kita
sendiri yang dablek dan harus dinasihati.
-c. Sulit Dinasihati.
Yang membedakan antara orang dablek dan
tidak dablek antara lain adalah bahwa orang dablek sulit dinasehati, sedangkan
orang yang tidak dablek mau mendengarkan nasihat orang lain. Penyebab sulitnya
yang bersangkutan dinasihati mungkin bukan karena yang bersangkutan tidak mau
menerima nasihat orang lain, namun bisa juga karena ia memegang prinsip yang
diyakini kebenarannya. Ketika kita menjumpai hal demikmian tidak bisa kemudian
memaksakan diri untuk mewajibkan yang bersangkutan agar merubah sikapnya kemudain
mau menuruti kemauan kita.
Ada beberapa penyebab mengapa seseorang tidak
mau menerima nasihat. Antara lain adalah menganggap pendapatnya lebih benar,
yang menasihati dianggap levelnya
lebih rendah, cara menasihati tidak tepat, waktu menasihati kurang pas dan tempat menasihati tidak disenanginya. Jelasnya
adalah sebagai berikut :
- Ia Merasa Pendapatnya Lebih Benar,
Mengapa orang tidak mau menerima nasihat
orang lain ? Jawabannya mungikin bermacam macam
anta lain bahwa mungkin ia merasa pendapatnya lebih benar. Kasus semacam
ini bisa terjadi bila orang yang dablek
tersebut adalah orang yang berpendidikan dan memiliki banyak pengalaman,
sehingga setiap orang yang datang dan mau menasihatinya sudah dihadang dengan
pendapatnya pribadi bahwa orang yang akan menasihati tidak lebih pandai atau berpengalaman
.
Melalui perjalan hidupnya, ia sudah
banyak mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang kehidupan, sehingga ia
merasa bahwa tidak ada orang lain yang lebih pandai darinya. Ia merasa telah mengkhatamkan banyak kitab dan melebihi
orang lain sekelasnya.
Orang yang akan menasihati menjadi tidak
berdaya, namun kita yakin bahwa di atas langit masih ada langit, artinya tidak
ada sesuatupun yang mutlak di dunia ini dan kebenaran yang mutlak hanyalah kebenaran
dari Tuhan. Jadi bagi orang yang merasa dirinya paling benar untuk menaklukkannya
adalah dengan cara dibenturkan dengan
dirinya sendiri. Biarlah ia bermanja dan bermain dengan kepongahan dirinya.
Kita harus menuggu saat yang tepat sampai dengan ia mengalami masa down atau kita tunggu titik nadzir
baginya.
Apa mungkin terjadi? Insya Alloh akan
terjadi karena Tuhan tidak menyukai orang yang memiliki sifat sombong. Biarlah Tuhan
yang akan mengingatkan dan memperingatkan dirinya. Setelah ia berada pada titik
terendah silakan didekati dan diberi nasihat dengan berkaca pada dirinya
sendiri. Ambillah contoh dari dalam dirinya sendiri sehingga ia tidak dablek
dan sombong lagi.
- Penasihat Dianggap Levelnya Lebih
Rendah,
Sifat orang dablek yang seperti ini
adalah juga orang sombong . Padahal Rasululloh
memberikan pesan agar kita tidak melihat siapa yang menasihati atau siapa yang
bicara namun mendengar apa isi pembicaraannya. Bila kita sampai memiliki
pengertian bahwa orang yang menasihati lebih rendah dengan kita levelnya , dilihat
dari usia, pendidikan, maupun strata ekonomi dan keturunanya kemudian kita
tidak mendengar nasihatnya, maka kita akan menemui kesulitan sendiri. Kita tidak
bisa menggeneralisasikan semuanya sama
(Bahasa Jawa : digebyah uyah).
Suatu ketika bisa saja kita minta nasihat
dan mendengar arahan dari seorang tukang rumput yang kita temui. Contoh
ektrimnya bila kita berkunjung ke desa tempat saudara kita tinggal, jalan
menuju rumahnya tidak kita ketahui, yang kita pegang hanya alamat dengan data
yang sangat minim. Apakah kita akan bertanya pada orang yang selevel dengan
kita ? Bila kita paksakan kita akan kesulitan sendiri. Namun bila kita mengalir
saja dan menanyakan siapapun yang kita temui misalkan tukang rumput yang
tinggal di kawasan desa tersebut, sebaiknya bertanyalah kepadanya. Ia akan
lebih paham dan memberikan arahan dengan tepat dan benar, tidak perlu menunggu
datangnya Pak Camat karena kita seorang pejabat. Oleh karena itu perlu kita
pahami bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang paling semua, masing masing
pasti ada nilai plus dan minusnya tergantung amal dan perbuatan masing-masing
karena yang mebedakan adalah ketaqwaan kita kepada Tuhan. Jadi untuk apa kita tetap dablek ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar